TUGAS 2 ETIKA &
PROFESIONALISME TSI
1. Perbandingan
Cyber Law, Computer Crime Act (Malaysia), Council of Europe Convention on Cyber
crime
Cyber Law
adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya), yang umumnya
diasosiasikan dengan Internet. Cyber Law dibutuhkan karena dasar atau fondasi
dari hukum di banyak negara adalah "ruang dan waktu". Sementara itu,
internet dan jaringan komputer mendobrak batas ruang dan waktu ini.
Computer Crime Act (Malaysia), pada
tahun 1997 malaysia telah mengesahkan dan mengimplementasikan beberapa
perundang-undangan yang mengatur berbagai aspek dalam cyberlaw seperti UU
Kejahatan Komputer, UU Tandatangan Digital, UU Komunikasi dan Multimedia, juga
perlindungan hak cipta dalam internet melalui amandemen UU Hak Ciptanya.
Council of Europe Convention on Cyber
Crime, berlaku mulai pada bulan Juli 2004, adalah dewan
yang membuat perjanjian internasional untuk mengatasi kejahatan komputer dan
kejahatan internet yang dapat menyelaraskan hukum nasional, meningkatkan teknik
investigasi dan meningkatkan kerjasama internasional. Berisi Undang-Undang
Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU-PTI) pada intinya memuat perumusan tindak
pidana.
Council
of Europe Convention on Cyber Crime ini juga terbuka untuk penandatanganan oleh
negara-negara non-Eropa dan menyediakan kerangka kerja bagi kerjasama
internasional dalam bidang ini. Konvensi ini merupakan perjanjian internasional
pertama pada kejahatan yang dilakukan lewat internet dan jaringan komputer
lainnya, terutama yang berhubungan dengan pelanggaran hak cipta, yang
berhubungan dengan penipuan komputer, pornografi anak dan pelanggaran keamanan
jaringan. Hal ini juga berisi serangkaian kekuatan dan prosedur seperti
pencarian jaringan komputer dan intersepsi sah. Tujuan utama adanya konvensi
ini adalah untuk membuat kebijakan kriminal umum yang ditujukan untuk
perlindungan masyarakat terhadap Cyber Crime melalui harmonisasi legalisasi
nasional, peningkatan kemampuan penegakan hukum dan peradilan, dan peningkatan
kerjasama internasional
Jadi
perbedaannya adalah Cyber Law hanya dibuat secara independen oleh suatu negara
dan hanya berlaku di negara tersebut. Lalu Computer Crime Act (Malaysia) adalah
undang – undang tentang IT dan penyalahgunaannya yang ada di negara Malaysia. Sementara
itu Council of Europe Convention on Cyber Crime adalah sebuah organisasi
internasional yang ditujukan untuk melindungi masyarakat terhadap Cyber Crime,
meningkatan kemampuan penegakan hukum dan peradilan, serta peningkatan
kerjasama internasional.
2. Ruang
lingkup UU no. 19 tentang hak cipta dan prosedur pendaftaran HAKI
Menurut
pasal 1 UU no 19 Th 2002 yang dimaksud dengan hak cipta adalah hak eklusif bagi
pencipta atas pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaanya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penciptaan
adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya
melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan,
ketrampilan atau keahlian yang dituangkan kedalam bentuk yang khas dan bersifat
pribadi. Sedangkanciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukan
keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni atau sastra. Menurut pasal 12
UU hak cipta adalah sebagai berikut:
1. Buku-buku,
program komputer, software, pamflet, karya tipografis
2. Ceramah,
kuliah, pidato atau ciptaan lainnya yang diwujudkan dengan cara pengucapan
3. Alat
peraga yang dibuat guna tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan
4. Karya
siaran
5. Pertunjukan
6. Lagu-lagu,
juga rekamanya
7. Seni
batik
8. Peta
9. Karya
fotografi
10. Karya
senimatografi
11. Terjemahan
dan tafsiran meskipun hak cipta karya asli tetap dilindungi
Prosedur
pendaftaran HAKI, permohonan pendaftaran merek diatur dalam Undang-Undang Nomor
15 Tahun 2001 tentang Merek (“UU Merek”). Syarat untuk mengajukan permohonan
pendaftaran merek adalah permohonan pendaftaran merek diajukan dengan cara
mengisi formulir yang telah disediakan dalam bahasa Indonesia dan diketik
rangkap 4 (empat). Pemohon wajib melampirkan:
1. Surat
pernyataan di atas kertas bermeterai cukup yang ditandatangani oleh pemohon
(bukan kuasanya), yang menyatakan bahwa merek yang dimohonkan adalah miliknya
2. Surat
kuasa khusus, apabila permohonan pendaftaran diajukan melalui kuasa
3. Salinan
resmi akte pendirian badan hukum atau fotokopinya yang dilegalisir oleh notaris,
apabila pemohon badan hukum
4. 24
lembar etiket merek (4 lembar dilekatkan pada formulir) yang dicetak di atas kertas
5. Bukti
prioritas asli dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia, apabila permohonan diajukan
menggunakan hak prioritas
6.
Fotokopi kartu tanda penduduk pemohon
7. Bukti pembayaran biaya permohonan
Lama
proses sejak awal permohonan sampai diterbitkannya sertifikat merek adalah
lebih kurang 18 bulan. Itu dengan catatan semua persyaratan lengkap dan tidak
ada bantahan/sanggahan dari pihak ketiga.
3. UU
no.36 tentang telekomunikasi dan keterbatasan UU telekomunikasi dalam mengatur
penggunaan teknologi informasi
Dalam Undang-Undang no. 36 tentang telekomunikasi
terdapat aturan-aturan tentang penyelenggaraan jaringan telekomunikasi.
Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan penerimaan dari setiap
informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi.
Informasi tersebut disampaikan melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem
elektromagnetik lainnya. Dalam undang-undang tersebut, disebutkan bahwa
penyelenggara telekomunikasi meliputi:
· Penyelenggaraan
jaringan telekomunikasi.
· Penyelenggaraan
jasa telekomunikasi.
· Penyelenggaraan
telekomunikasi khusus.
Sesuai
yang tertuang dalam ketentuan umum pasal 7 bab 4, dalam menyelenggarakan jasa
telekomunikasi, penyelenggara harus memperhatikan kepentingan dan keamanan
negara, mengantisipasi perkembangan teknologi dan tuntutan global, dilakukan
secara professional dan dapat dipertanggungjawabkan, serta melibatkan peran masyarakat.
Keterbatasan
UU telekomunikasi dalam mengatur penggunaan teknologi informasi adalah
lambatnya peraturan perundang-undangan yang baru sementara teknologi infromasi sangat
cepat berkembang.
4. Pokok-pokok
pikiran dan implikasi pemberlakuan UU ITE tentang informasi dan transaksi
Elektronik (ITE) peraturan lain yang terkait (Peraturan Bank Indonesia tentang
internet banking)
Pokok pikiran dalam UU Informasi dan
Transaksi Elektronik (ITE) terdapat dalam pasal – pasal:
· Pasal
8 Pengakuan Informasi Elektronik
· Pasal
9 Bentuk Tertulis
· Pasal
10 Tanda tangan
· Pasal
11 Bentuk Asli & Salinan
· Pasal
12 Catatan Elektronik
· Pasal
13 Pernyataan dan Pengumuman Elektronik
TRANSAKSI ELEKTRONIK terdapat dalam pasal-pasal:
· Pasal
14 Pembentukan Kontrak
· Pasal
15 Pengiriman dan Penerimaan Pesan
· Pasal
16 Syarat Transaksi
· Pasal
17 Kesalahan Transkasi
· Pasal
18 Pengakuan Penerimaan
· Pasal
19 Waktu dan lokasi pengiriman dan penerimaan pesan
· Pasal
20 Notarisasi, Pengakuan dan Pemeriksaan
· Pasal
21 Catatan Yang Dapat Dipindahtangankan
Implikasi pemberlakuan Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), mengatur berbagai perlindungan
hukum dari kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi
ataupun pemanfaatan informasinya. Pada UU ITE ini juga diatur berbagai ancaman
hukuman bagi kejahatan melalui internet. UU ITE mengakomodir kebutuhan para
pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya untuk mendapatkan kepastian
hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti
yang sah di pengadilan.
Penyusunan materi UU ITE
tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua institusi
pendidikan yakni Unpad dan UI. Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi
dan Informasi sedangkan Tim UI oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
Pada penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama dengan para pakar di ITB yang
kemudian menamai naskah akademisnya dengan RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi
(RUU PTI). Sedangkan Tim UI menamai naskah akademisnya dengan RUU Transaksi
Elektronik. Kedua naskah akademis tersebut pada akhirnya digabung dan
disesuaikan kembali oleh Tim yang dipimpin Prof. Ahmad M. Ramli, S.H. (atas
nama pemerintah) sehingga namanya menjadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik sebagaimana disahkan oleh DPR.
Sesuai Peraturan Bank
Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen
Risiko Bagi Bank Umum, Bank yang menyelenggarakan aktivitas baru internet
banking, wajib melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia selambat-
lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak aktivitas tersebut efektif dilaksanakan.
Format laporan mengacu kepada Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/21/DPNP
tanggal 29 September 2003, yang memuat :
a. Uraian
singkat atau penjelasan dan bentuk flow chart dari Prosedur Pelaksanaan
(standar operating procedures/SOP) internet banking
b. Bagan
Organisasi dan kewenangan satuan kerja tertentu yang melaksanakan
internet banking
c. Hasil
analisis dan identifikasi satuan kerja manajemen risiko pada Bank terhadap
risiko yang melekat pada internet banking
d. Hasil
uji coba metode pengukuran dan pemantauan risiko yang melekat pada internet
banking yang dilaksanakan oleh satuan kerja manajemen risiko pada Bank
e. Uraian
singkat mengenai Sistem Informasi Akuntansi untuk transaksi yang dilakukan
melalui internet banking, termasuk penjelasan singkat mengenai keterkaitan
sistem informasi akuntansi tersebut dengan sistem informasi akuntansi Bank
secara menyeluruh
f. Hasil
analisis aspek hukum untuk internet banking.
Pelaksanaan kewajiban
pelaporan dikecualikan dalam hal penyelenggaraan aktivitas baru internet
banking tersebut telah efektif dilaksanakan oleh Bank sebelum Bank
menyelesaikan action plan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia
Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi
Bank Umum.
Bagi Bank yang
dikecualikan untuk menyampaikan laporan, kewajiban untuk menyampaikan laporan
realisasi rencana perubahan TSI yang menyangkut internet banking
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender setelah rencana dimaksud
dilaksanakan sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
Nomor 27/164/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem
Informasi oleh Bank tetap berlaku.
Laporan sebagaimana
tersebut di atas disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat:
a. Direktorat
Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10110, bagi Bank yang
berkantor pusat di wilayah Jabotabek; atau
b. Kantor
Cabang Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah
Jabotabek.
Sumber
http://etikaprofesi.weebly.com/pengertian-cyber-law.html
http://dewi_anggraini.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/47370/Perbandingan+Cyberlaw.pdf
http://akhki.or.id/wp-content/uploads/2010/09/UU_HC_19.pdf.
http://zonaekis.com/pengertian-dan-ruang-lingkup-hak-cipta/
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt55fe6e132fa14/cara-mendaftarkan-hak-kekayaan-intelektual
https://ppidkemkominfo.files.wordpress.com/2012/11/uu-no-36-tahun-1999-tentang-telekomuniksi.pdf.
http://itgov.cs.ui.ac.id/RUU%20etes.htm
http://ruwana.blogspot.co.id/2012/04/pokok-pikiran-dalam-ruu-informasi.html
http://d1maz.blogspot.co.id/2012/03/implikasi-pemberlakuan-ruu-ite.html
http://www.bi.go.id/id/peraturan/arsip-peraturan/Perbankan2004/se-6-18-04-dpnp.pd