Rabu, 12 April 2017

TUGAS 2 ETIKA & PROFESIONALISME TSI

TUGAS 2 ETIKA & PROFESIONALISME TSI

1.     Perbandingan Cyber Law, Computer Crime Act (Malaysia), Council of Europe Convention on Cyber crime

Cyber Law adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya), yang umumnya diasosiasikan dengan Internet. Cyber Law dibutuhkan karena dasar atau fondasi dari hukum di banyak negara adalah "ruang dan waktu". Sementara itu, internet dan jaringan komputer mendobrak batas ruang dan waktu ini.
Computer Crime Act (Malaysia), pada tahun 1997 malaysia telah mengesahkan dan mengimplementasikan beberapa perundang-undangan yang mengatur berbagai aspek dalam cyberlaw seperti UU Kejahatan Komputer, UU Tandatangan Digital, UU Komunikasi dan Multimedia, juga perlindungan hak cipta dalam internet melalui amandemen UU Hak Ciptanya.
Council of Europe Convention on Cyber Crime, berlaku mulai pada bulan Juli 2004, adalah dewan yang membuat perjanjian internasional untuk mengatasi kejahatan komputer dan kejahatan internet yang dapat menyelaraskan hukum nasional, meningkatkan teknik investigasi dan meningkatkan kerjasama internasional. Berisi Undang-Undang Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU-PTI) pada intinya memuat perumusan tindak pidana.
Council of Europe Convention on Cyber Crime ini juga terbuka untuk penandatanganan oleh negara-negara non-Eropa dan menyediakan kerangka kerja bagi kerjasama internasional dalam bidang ini. Konvensi ini merupakan perjanjian internasional pertama pada kejahatan yang dilakukan lewat internet dan jaringan komputer lainnya, terutama yang berhubungan dengan pelanggaran hak cipta, yang berhubungan dengan penipuan komputer, pornografi anak dan pelanggaran keamanan jaringan. Hal ini juga berisi serangkaian kekuatan dan prosedur seperti pencarian jaringan komputer dan intersepsi sah. Tujuan utama adanya konvensi ini adalah untuk membuat kebijakan kriminal umum yang ditujukan untuk perlindungan masyarakat terhadap Cyber Crime melalui harmonisasi legalisasi nasional, peningkatan kemampuan penegakan hukum dan peradilan, dan peningkatan kerjasama internasional

Jadi perbedaannya adalah Cyber Law hanya dibuat secara independen oleh suatu negara dan hanya berlaku di negara tersebut. Lalu Computer Crime Act (Malaysia) adalah undang – undang tentang IT dan penyalahgunaannya yang ada di negara Malaysia. Sementara itu Council of Europe Convention on Cyber Crime adalah sebuah organisasi internasional yang ditujukan untuk melindungi masyarakat terhadap Cyber Crime, meningkatan kemampuan penegakan hukum dan peradilan, serta peningkatan kerjasama internasional.

2.     Ruang lingkup UU no. 19 tentang hak cipta dan prosedur pendaftaran HAKI
           
Menurut pasal 1 UU no 19 Th 2002 yang dimaksud dengan hak cipta adalah hak eklusif bagi pencipta atas pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penciptaan adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, ketrampilan atau keahlian yang dituangkan kedalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Sedangkanciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni atau sastra. Menurut pasal 12 UU hak cipta adalah sebagai berikut:
1.     Buku-buku, program komputer, software, pamflet, karya tipografis
2.     Ceramah, kuliah, pidato atau ciptaan lainnya yang diwujudkan dengan cara pengucapan
3.     Alat peraga yang dibuat guna tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan
4.     Karya siaran
5.     Pertunjukan
6.     Lagu-lagu, juga rekamanya
7.     Seni batik
8.     Peta
9.     Karya fotografi
10.  Karya senimatografi
11.  Terjemahan dan tafsiran meskipun hak cipta karya asli tetap dilindungi

Prosedur pendaftaran HAKI, permohonan pendaftaran merek diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (“UU Merek”). Syarat untuk mengajukan permohonan pendaftaran merek adalah permohonan pendaftaran merek diajukan dengan cara mengisi formulir yang telah disediakan dalam bahasa Indonesia dan diketik rangkap 4 (empat). Pemohon wajib melampirkan:
1.     Surat pernyataan di atas kertas bermeterai cukup yang ditandatangani oleh pemohon (bukan kuasanya), yang menyatakan bahwa merek yang dimohonkan adalah miliknya
2.     Surat kuasa khusus, apabila permohonan pendaftaran diajukan melalui kuasa
3.     Salinan resmi akte pendirian badan hukum atau fotokopinya yang dilegalisir oleh notaris, apabila pemohon badan hukum
4.     24 lembar etiket merek (4 lembar dilekatkan pada formulir) yang dicetak di atas   kertas
5.     Bukti prioritas asli dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia, apabila permohonan diajukan menggunakan hak prioritas
6.   Fotokopi kartu tanda penduduk pemohon
7.   Bukti pembayaran biaya permohonan

Lama proses sejak awal permohonan sampai diterbitkannya sertifikat merek adalah lebih kurang 18 bulan. Itu dengan catatan semua persyaratan lengkap dan tidak ada bantahan/sanggahan dari pihak ketiga.

3.     UU no.36 tentang telekomunikasi dan keterbatasan UU telekomunikasi dalam mengatur penggunaan teknologi informasi

Dalam Undang-Undang no. 36 tentang telekomunikasi terdapat aturan-aturan tentang penyelenggaraan jaringan telekomunikasi. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi. Informasi tersebut disampaikan melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya. Dalam undang-undang tersebut, disebutkan bahwa penyelenggara telekomunikasi meliputi:
·       Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi.
·       Penyelenggaraan jasa telekomunikasi.
·       Penyelenggaraan telekomunikasi khusus.
Sesuai yang tertuang dalam ketentuan umum pasal 7 bab 4, dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi, penyelenggara harus memperhatikan kepentingan dan keamanan negara, mengantisipasi perkembangan teknologi dan tuntutan global, dilakukan secara professional dan dapat dipertanggungjawabkan, serta melibatkan peran masyarakat.
Keterbatasan UU telekomunikasi dalam mengatur penggunaan teknologi informasi adalah lambatnya peraturan perundang-undangan yang baru sementara teknologi infromasi sangat cepat berkembang.

4.     Pokok-pokok pikiran dan implikasi pemberlakuan UU ITE tentang informasi dan transaksi Elektronik (ITE) peraturan lain yang terkait (Peraturan Bank Indonesia tentang internet banking)

Pokok pikiran dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terdapat dalam pasal – pasal:
·       Pasal 8 Pengakuan Informasi Elektronik
·       Pasal 9 Bentuk Tertulis
·       Pasal 10 Tanda tangan
·       Pasal 11 Bentuk Asli & Salinan
·       Pasal 12 Catatan Elektronik
·       Pasal 13 Pernyataan dan Pengumuman Elektronik

TRANSAKSI ELEKTRONIK terdapat dalam pasal-pasal:
·       Pasal 14 Pembentukan Kontrak
·       Pasal 15 Pengiriman dan Penerimaan Pesan
·       Pasal 16 Syarat Transaksi
·       Pasal 17 Kesalahan Transkasi
·       Pasal 18 Pengakuan Penerimaan
·       Pasal 19 Waktu dan lokasi pengiriman dan penerimaan pesan
·       Pasal 20 Notarisasi, Pengakuan dan Pemeriksaan
·       Pasal 21 Catatan Yang Dapat Dipindahtangankan

Implikasi pemberlakuan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), mengatur berbagai perlindungan hukum dari kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi ataupun pemanfaatan informasinya. Pada UU ITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. UU ITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya untuk mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan.
Penyusunan materi UU ITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua institusi pendidikan yakni Unpad dan UI. Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi dan Informasi sedangkan Tim UI oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Pada penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama dengan para pakar di ITB yang kemudian menamai naskah akademisnya dengan RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI). Sedangkan Tim UI menamai naskah akademisnya dengan RUU Transaksi Elektronik. Kedua naskah akademis tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali oleh Tim yang dipimpin Prof. Ahmad M. Ramli, S.H. (atas nama pemerintah) sehingga namanya menjadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana disahkan oleh DPR.

Sesuai Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, Bank yang menyelenggarakan aktivitas baru internet banking, wajib melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia selambat- lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak aktivitas tersebut efektif dilaksanakan. Format laporan mengacu kepada Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/21/DPNP tanggal 29 September 2003, yang memuat :
a.      Uraian singkat atau penjelasan dan bentuk flow chart dari Prosedur Pelaksanaan (standar operating procedures/SOP) internet banking
b.     Bagan Organisasi dan kewenangan satuan kerja tertentu yang melaksanakan
internet banking
c.      Hasil analisis dan identifikasi satuan kerja manajemen risiko pada Bank terhadap risiko yang melekat pada internet banking
d.     Hasil uji coba metode pengukuran dan pemantauan risiko yang melekat pada internet banking yang dilaksanakan oleh satuan kerja manajemen risiko pada Bank
e.      Uraian singkat mengenai Sistem Informasi Akuntansi untuk transaksi yang dilakukan melalui internet banking, termasuk penjelasan singkat mengenai keterkaitan sistem informasi akuntansi tersebut dengan sistem informasi akuntansi Bank secara menyeluruh
f.      Hasil analisis aspek hukum untuk internet banking.

Pelaksanaan kewajiban pelaporan dikecualikan dalam hal penyelenggaraan aktivitas baru internet banking tersebut telah efektif dilaksanakan oleh Bank sebelum Bank menyelesaikan action plan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.
Bagi Bank yang dikecualikan untuk menyampaikan laporan, kewajiban untuk menyampaikan laporan realisasi rencana perubahan TSI yang menyangkut internet banking selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender setelah rencana dimaksud dilaksanakan sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem Informasi oleh Bank tetap berlaku.
Laporan sebagaimana tersebut di atas disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat:
a.    Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10110, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah Jabotabek; atau
b.  Kantor Cabang Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah Jabotabek.


Sumber
http://etikaprofesi.weebly.com/pengertian-cyber-law.html
http://dewi_anggraini.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/47370/Perbandingan+Cyberlaw.pdf
http://akhki.or.id/wp-content/uploads/2010/09/UU_HC_19.pdf.
http://zonaekis.com/pengertian-dan-ruang-lingkup-hak-cipta/
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt55fe6e132fa14/cara-mendaftarkan-hak-kekayaan-intelektual
https://ppidkemkominfo.files.wordpress.com/2012/11/uu-no-36-tahun-1999-tentang-telekomuniksi.pdf.
http://itgov.cs.ui.ac.id/RUU%20etes.htm
http://ruwana.blogspot.co.id/2012/04/pokok-pikiran-dalam-ruu-informasi.html
http://d1maz.blogspot.co.id/2012/03/implikasi-pemberlakuan-ruu-ite.html
http://www.bi.go.id/id/peraturan/arsip-peraturan/Perbankan2004/se-6-18-04-dpnp.pd

Tidak ada komentar:

Posting Komentar